Nightmares & Anxieties
“Does being far from God is a sin? And is this the sign for being far from Him?”
Dari kecil, gue sering banget mimpi buruk. Kata 'sering' disini artinya hampir setiap hari—sampai sekarang ini. Mimpi dikejar, mimpi bersambung, mimpi di dalam mimpi. Tadinya gue sempat berpikir, mimpi buruk ini akan hilang atau setidaknya berkurang dengan berjalannya waktu gue beranjak dewasa. Sayangnya tidak. Gue merasa semakin gue dewasa, mimpi buruk ini malah mampu mengganggu aktivitas gue sehari-hari.
Dari SD sampai SMP—atau sekarang pun—gue masih ingat betul alur ceritanya karena mimpi tersebut selalu terulang. Latar tempatnya, di rumah lama gue percis. Ceritanya mostly tentang beberapa hantu yang ada di basement rumah gue. Gelap. Menunggu gue dari lantai bawah. Ngeliatin gue yang berdiri di atas tangga.
Beberapa minggu atau bulan kemudian, mimpinya akan terulang sama persis namun ceritanya bersambung. Dimana hantu-hantu yang nungguin itu, pelan pelan mulai berani naik ke atas, dan gue cuman bisa lari bersembunyi di kamar tidur sambil melihat bayangan dari kolong pintu. Melihat jejak kaki mereka yang perlahan semakin mendekat. Lalu, gue akan terbangun otomatis.
Bingungnya, gue belum ada ketertarikan untuk nonton film horror, atau punya suatu trauma (atau sebenarnya ada) tersendiri di umur segitu. Yang gue ingat, di masa itu gue masih belum banyak beban hidup, dan masih sangat nikmati ketawa ketiwi drama sekolah. Tapi saat malam tiba, yang harus dihadapi adalah mimpi buruk lagi.
Semuanya malah memburuk saat gue memasuki masa SMA. Setelah gue pindah ke rumah baru, gue kira mimpi tentang rumah lama yang dulu akan hilang. Lagi lagi semuanya salah. Semua ceritanya tetap sama, hanya berbeda tangga dan beda latar rumah.
Kenapa gue bilang memburuk? karena mimpi buruk gue saat itu sudah sampai di titik, mampu membuat gue terbangun kehabisan nafas (di dunia nyata). Ceritanya pun juga mulai berubah menjadi adegan dikejar seseorang atau suatu mahkluk.
Mimpi yang tadinya sebatas membuat gue kehabisan nafas, berlanjut ke ‘ketindihan’. Setiap malam mimpi tersebut juga lebih vivid dari sebelumnya. Gue mulai tidak bisa lagi membedakan mana yang mimpi dan mana yang bukan. Di saat gue paralyzed, mungkin otak gue pun juga ikut terpengaruh dengan banyak ketakutan, sampai mulai muncul halusinasi hantu bayangan hitam. Dan di momen genting itu, yang bisa gue lakukan hanyalah berdoa. Bahkan ada momen dimana gue tidak bisa menyelesaikan doa gue, karena terlalu takut dan panik. Semua pikiran negatif pun menumpuk menjadi satu.
Gue selalu cerita mimpi buruk gue ke salah satu teman sekolah gue waktu itu. Dan karena gue masuk di sekolah yang cukup rohani, dan selayaknya anak sekolah yang suka asal menyambungkan hal hal yang tidak masuk akal. Beberapa bilang, kalau itu memang ketindihan mahkluk. Salah satunya akibar karena gue jauh dari Tuhan, jarang berdoa, dan tidak mau keluar dari atmosfir depresi gue lewat pendekatan ke Tuhan.
Ada juga yang bilang kalau semua itu terjadi karena PTSD, dan mulai mempengaruhi alam bawah sadar gue, dengan memunculkan ketakutan ketakutan yang mungkin membuat gue akhirnya berlabuh di kecemasan berlebih.
—
Gue sejujurnya tidak pernah menyangka, kecemasan berlebih ini bisa datang begitu saja di hidup gue. Kecemasan yang mampu bikin jantung berdebar cepat setiap bangun tidur, mampu bikin sesak nafas, mual tiba-tiba saat sedang beraktivitas, dan bahkan saat senang sekalipun. Tanpa tahu alasannya. Kapan saja, tidak pandang waktu, tidak pandang emosi.
Ada masa masanya, gue takut untuk tidur. Dengan alasan, takut terbangun di dini hari dengan perasaan tidak nyaman—bisa menghabiskan energi gue sebelum menjalanin sisa hari itu sendiri.
Ada masanya juga dimana gue merasa gue akan gila sebentar lagi, karena tidak mendapatkan istirahat, atau makan yang cukup. Hal ini hal yang sampai sekarang masih mengganggu gue, dan masih gue cari tahu solusinya.
Tapi di luar ke-kelaman, ke-seraman, dan berjuta pertanyaan, gue sangat bersyukur dikelilingi banyak orang baik yang masih mau bertahan saat gue ngalami itu semua. Orang-orang yang ikut serta menenangkan, memberikan pengetahuan, dan menyarankan gue untuk ikut konseling. Terima kasih yang sangat besar untuk siapapun itu yang turut membantu gue.
Jadi, sebenarnya mimpi buruk dan kecemasan itu muncul karena apa?
Trauma? Masa lalu yang belum selesai? kelainan otak?
atau karena jauh dari Tuhan?